Harga rumah yang kian mahal menjadi salah satu masalah yang tak kunjung usai khususnya bagi kalangan milenial. Kenaikan harga rumah setiap tahunnya menjadi salah satu pertimbangan untuk memiliki rumah. Wakil Sekretaris Jenderal DPP REI bidang Komunikasi, Promosi, dan Pameran Bambang Eka Jaya menyampaikan di negara Singapura, pemerintahnya mampu memberikan harga murah lantaran adanya subsidi langsung.
Selain itu, mereka juga menjaga agar harga rumah terjangkau dengan ketentuan yang ketat. “Berbeda dengan Indonesia, menjadi anomali karena rumah rakyat sebagai bisnis tersendiri yang mampu memberikan insentif serta kemudahan bagi pengusaha yang ingin mengembangkan perumahan rakyat,” terang Bambang kepada Media Indonesia, kemarin.
Namun, pengusaha menjadi sangat bergantung pada subsidi yang diberikan untuk dapat menekan harga rumah agar bisa terjangkau bagi masyarakat kecil. Saat subsidi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) habis sebelum tahun berjalan, program itu menjadi macet lantaran besaran dana tidak sebanding dengan jumlah masyarakat yang membutuhkan.
Di sisi lain, rumah tapak terjangkau juga tak dapat diadakan di Jakarta dan harus di pinggiran kota. Namun, agar rumah tersebut dapat memudahkan penghuninya, perlu didukung dengan akses dan infrastruktur yang mumpuni. “Kuncinya aksesibilitas, khususnya jalur kereta api kalau bisa sehingga ada kepastian waktu perjalanan dari rumah ke tempat kerja. Begitu pula sebaliknya,” jelas Bambang.
Untuk itu, dia menyarankan, pemerintah harus memiliki land bank untuk pembuatan transportasi dan bekerja sama dengan pengembang rumah murah dengan harga yang sudah diatur dan zonasi yang sudah dikunci. Bambang pun menyebutkan konsep apartemen sebetulnya cukup menarik bagi kalangan milenial. Terlebih untuk apartemen kelas menengah, khususnya yang berkonsep transit oriented development (TOD). “Segmen itu masih banyak diminati end user ataupun pihak yang membeli untuk menggunakan unit mereka,” ujar Bambang.